Selasa, 11 Agustus 2015

DREAM CATCHER



Assalamu'alaykum wr.wb guys..
Aaaaghh...akhirnya aku nulis lagi..
Yeaay:)


Bisa dibilang beberapa hari yang lalu aku melakukan mogok berkarya ( waduuhhh....ckck). Yupss...laptop tertidur manis begitu lamanya di lemari. Jari jemari yang biasa kugunakan untuk menulis pun kini sedang cuti hamil  upps maksudnya cuti nyentuh keyboard laptop. Akupun bingung, entah mengapa saraf menulisku tak berfungsi.

Keadaan itu sungguh membuat hidup menjadi hambar. Kata-kata yg bisanya keluar begitu saja, kini justru terpendam bisu. Si pemakai akal, hati, dan jiwa ini pun tak banyak memberontak. AKU LELAH MUNGKIN

KEGAGALAN yang terus menghampiri membuat diri ini istirahat sejenak, menepi untuk berfikir, terdiam untuk merenung. Impian oh impian....

Sempat aku menghakimi diri ini yang mungkin tak pantas untuk bermimpi. Oh tidakkkkkkkk!! Mimpi itu begitu manis , namun dikelilingi berbagai hambatan dan kegagalan.

Kulihat satu persatu kertas coretku dimana biasanya aku merangkai kata, kulihat beberapa karyaku yang gagal terbit di folder laptopku. Mataku pasrah melihat berpuluh puluh tulisan ini. Hingga akhirnya mata ini tertuju pada sebuah buku. Buku yang entah apa isinya. Buku pemberian dosen kimia organik saat aku duduk di bangku kuliah semester 4. Penasaran juga hatiku. Tak butuh waktu lama untuk melahap buku itu.

"Dream Catcher" dari judulnya saja sudah pasti tentang mimpi. Ya..kata mimpi itu yang sebenarnya membuatku takut membacanya. Dulu ku fikir, buku ini berisi kisah kisah orang sukses yang berhasil meraih mimpinya dengan mudah. Fikiran itulah yang sempat membuatku enggan membacanya untuk beberapa saat. Tapi aku salah, aku terlalu mudah menyimpulkan sesuatu hal yang negatif untuk buku ini. Begitupun dengan hidup ini, aku terlalu mudah menyimpulkan takdir yang Sang Khalik berikan. Buku ini memang benar berisi kisah kisah orang yang berhasil meraih mimpi mereka. Namun tidak semudah yang ku bayangkan. Berbagai hambatan, rintangan, dan kegagalan juga mereka rasakan walau dengan kondisi yang berbeda. Hambatan kondisi ekonomi keluarga, penolakan dari beberapa pihak, kegagalan berulang kali, pilihan dan lain sebagainya. Huffttt......

Kutundukan wajah..PAYAH!!!!!! Baru begini saja sudah mogok nulis, sudah malas berkarya. Jika seandainya kesuksesan dapat diraih semudah itu, pastilah di dunia ini tak akan ada orang yg putus asa. Sesuatu yang besar harus diperoleh dengan usaha yang keras.

Menyesal aku melewatkan beberapa hari yang lalu dengan mengeluh dan keputusasaan. Jika ini yang kusukai, jika aku bertekad kuat, bekerja lebih keras lagi, pastilah akan ada bayaran untuk itu semua.

Meraih impian bukan untuk membuktikan kehebatanmu di mata dunia, karena tak ada yang lebih hebat selain Allah SWT. Impian membuat hidup semakin terarah dengan tujuan yang jelas. Hidup tanpa mimpi bagai mayat hidup.

Jika tekad ini semakin melemah, jangan pernah salahkan mimpi, tak usah membuang mimpi. Mungkin perlu ada evaluasi diri untuk menjadi yang lebih baik. Atau mungkin, Allah sedang mengajarkan kita arti keikhlasan dan ketabahan.

Semangat Wanda...semangat semunya.

Thanks to my lecturer
Bu Fera Kurniadewi

-Wanda Amelia Rahma-


Senin, 10 Agustus 2015

Mengajar adalah kecintaanku, guru adalah pengabdianku, pendidikan adalah JIWAKU







Dua tahun sudah aku berada di sini, menikmati segala rangkaian proses hidup dari jalan yang ku pilih. (Yeahh)
“Ada yang mengatakan bahwa yang kamu capai hari ini adalah wujud dari mimpimu kemarin, dan hari ini adalah upaya kamu untuk mewujudkan mimpi di hari esok”

“Kalau sudah besar, cita-citanya mau jadi apa?” itulah pertanyaan yang sering terlontar dari mulut orang tua kepada anaknya, walaupun anaknya masih kecil bahkan mungkin mereka belum tahu apa itu cita-cita…hehe. Begitupun dengan keluargaku, saat kumpul keluarga besar kakeku sering bertanya kepada semua cucu-cucunya terkait cita-cita mereka. Entah itu adalah pertanyaan wajib untuk setiap anak kecil, atau kalimat basa-basi orang dewasa…hehe. Akan tetapi, karena kita sebagai cucunya masih anak-anak, jadi kita bebas menjawab semau dan sesuka hati kita …Iya kan????? Hehe Coba deh bedakan kalau ditanya cita-cita saat SMA dengan ketika waktu kecil. Pasti lebih enak menjawab saat masih kecil kan? Kita enggak perlu memikirkan cara mencapainya, nanti kuliah di mana, pakai uang siapa..dsb Huftttttt
Aku mau jadi dokter, bidan, polisi, presiden, perawat, pilot, dan bahkan ada yang menjawab ingin jadi power ranger…hehe. Itulah jawaban mereka (anak-anak) yang polos. Anak-anak tidak akan peduli dan tidak akan mau tau bagaimana sulitnya menjadi dokter, polisi, presiden, dan khayalan mereka lainnya…Mereka bebas mempermainkan  memainkan imajinasi mereka. Aku pun tak jauh berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Aku punya cita-cita sewaktu masih kecil. Cita-cita yang tidak semua anak kecil belum tentu menginginkan itu, cita-cita yang sempat membuat kakeku terdiam sejenak.

“Aku ingin jadi guru ngaji kek (read:kakek)”

Ibuku yang selalu mengulang cerita itu hingga aku dewasa kini, disitulah aku menyadari. Aku memang polos dari lahir. Hihi

Iming-iming ingin menjadi dokter dengan pakaian yang keren, gaji besar sungguh tak mengubah prinsip gadis kecil berumur 8 tahun ini. Ibu dan ayahku pun tak mampu berbuat apapun..hehe
Pertanyaan serupa kembali muncul saat aku hendak memasuki tingkat sekolah menengah pertama. Jawabanku kali ini agak berbeda, namun serupa. “Ingin jadi guru SD aja ah…”
(tak beda jauh wan..guru ngaji ke guru SD)

Begitupun seterusnya, cita-citaku tak mengalami renovasi berlebihan, hanya kata di ujung yang berubah. Saat SMP, mendadak berubah ingin menjadi guru SMP, dan saat sudah duduk di bangku SMA pun, aku ingin menjadi guru SMA. Hehe..memang sudah jiwa konsisten dari lahir, sama halnya dengan tampilan blog ini yang tidak mengalami perubahan apapun dari dulu hingga kini… (itu mah antara konsisten sama enggak ngerti cara ubah tampilan blog keleeess -__-)

Namun jujur ku akui, hati ini jadi hilang kendali (kenapa jadi nyanyi wan ?) Yupp..harus diakui bahwa menjawab pertanyaan serupa saat hendak lulus dari SMA memang tidak mudah. Hasil tes DMI ( tes bakat melalui sidik jari) yang aku lakukan tak mengarah ke guru, bahkan lebih mengarah ke psikolog, pemuka agama ( Masya Allah) hehe.., terapi kesehatan jiwa (???) dsb. Keterangan profesi yang disarankan dari hasil tes iQ juga tidak menunjukkan ke arah guru. Hmm..Bingung kan???

Sebelum mendaftar masuk PTN , akupun sudah mencoba daftar ke dua perguruan tinggi swasta, dan Alhamdulillah diterima. Satu mendapat beasiswa dan satunya lagi jalur normal ( artinya harus bayar ). Jurusan yang diterima pun tak ada sangkut pautnya dengan keguruan, yang pertama Teknik Industri dan di perguruan tinggi ke dua diterima di jurusan teknik fisika. Sungguh dilema.

Lebih dilema lagi ketika pengumuman sNMpTN tahun 2013, Alhamdulillah diterima di jurusan yang dipilih “ Pendidikan Kimia” . Iming-iming dari pihak lain sungguh menggiurkan. Jujur, jiwa muda yang senang dengan sesuatu yang menantang sempat menggoyahkanku. Jurusan teknik terdengar lebih kece dibandingkan guru (fikirku dahulu), belum lagi pihak kampus menawarkan akan ada study ke luar negeri selama 2 tahun. Ya Ampuuuuunnnn……..Pilihan ini tak semudah memilih cabai di pasar -_-

Bertanya ke sana ke sini sudah seperti setrikan…berbagai upaya meminta petunjuk pun telah aku lakukan. Apabila aku memilih jurusan teknik di perguruan tinggi swasta tersebut, mungkin aku akan mendapat tantangan menakjubkan yang baru, aku bisa ke luar negeri, mendapat ilmu yang kece, mendapat gelar sebagai sarjana teknik.. Waw…kedengarannya sungguh kece bukan?? Tapi bayanganku terhenti hanya sampai aku mendapatkan gelar saja. Aku tak mampu menerobos apa yang akan aku lakukan dengan sarjana teknik itu. Aku mau ke mana nanti?? Tak banyak refrensi terkait teknik. Kakek nenekku, keduanya berprofesi sebagai guru, walaupun kedua orang tuaku bukanlah seorang guru. Namun darah pendidikan dari kakek nenek mungkin lebih mendominasi dalam diri. Aku suka sekali dengan mengajar. Sejak duduk di bangku SMA, aku sudah seringkali mengajar private anak SD. Hal itu ku lakukan dengan senang hati. Aku pun sudah punya segudang impian untuk pendidikan Indonesia. Impian yang sudah kurangkai bahkan sudah ku tulis di daftar 100 impiaku (impian versi saat SMA). Kekuatan tekad menjadi seorang guru pun berani mengalahkan tawaran ke luar negeri dari jurusan teknik yang aku peroleh , aku mengalahkan rasa keinginan memiliki gelar sarjana teknik biar kece, dan hal lainnya.


Impianku sungguh amat banyak, impianku memajukan pendidikan bangsa, berbuat lebih untuk pendidikan bangsa dan segudang impian lainnya. Itu semua bukanlah beban lagi buatku. Kini ku telah menemukan apa yang aku cintai, dan apa yang aku sukai. Ini jiwaku…Ini jalanku…Ini hidupku!


Hidup terlalu singkat untuk sibuk menyesali pilihan yang tlah berlalu, dan terlalu sempit untuk mengusik kisah hidup orang lain. Kebahagian bisa diciptakan dengan dimensi masing-masing. Bagiku, bahagia adalah saat aku mampu melakukan banyak hal yang aku sukai dan bermanfaat untuk orang sekitar.
Hidup Guru! Hidup Pejuang Pendidikan! HIdup Indonesia!


-Wanda Amelia Rahma-

TULISANKU TAK TERBIT:(

Keterangan tulisan:
Tulisan ini adalah tulisan pertama kali yang dikirim ke salah satu koran di Indonesia, namun ndak diterbitkan..hehe
Yang lalu dan tak terbit bukanlah sesuatu hal yang buruk. Oleh karena itu karya tersebut tetap di share disini , adakalanya tulisan ini menjadi perjalanan hidup bagi sang penulis.
(2013)


“ Gaya Hidup Pengikut dan Penentu Trend”

Hidup sebagai pengikut atau yang lebih popular disebut sebagai follower adalah hak masing-masing individu. Mereka dengan ikhlasnya meletakkan posisi dirinya sebagai pengikut sesuatu dengan senang hati. Tidak ada yang salah juga dengan hal itu, Hanya saja trend sebagai follower pada zaman kini terkadang justru menjadi suatu kebiasaan yang berlebihan, Bagi mereka dengan mengikuti sesuatu yang dianggap menarik dapat membuat  dirinya merasa berhasil eksis. Semuanya memang kembali lagi pada pandangan masing-masing.
Bagi para creator, hanya menjadi follower sama saja dengan makan sayur tanpa garam “hambar”. Para creator lebih senang menuangkan ide baru dan unik untuk menciptakan sesuatu yang dapat menarik perhatian orang untuk dijadikan trend masa kini. Kepuasan menjadi bayaran utamanya. Mungkin jargon mereka adalah ” selalu ada yang pertama memulai dalam segala hal”.
Mengikuti perkembangan zaman memanglah bagus, namun lebih bijak lagi untuk pandai memilah-milah. Bertindak sebagai pengikut tidaklah membuat diri kita terus berada pada jalur yang benar, bayangkan deh, sudah banyak yang kita korbankan demi sekedar eksis di zaman yang modern ini, dari segi budaya bangsa, kesenian daerah, lagu daerah. Semua lenyap termakan waktu. Para penentu trend yang lebih cenderung ke arah modernisasi dan mencampakkan kebudayaan daerah. Sungguh hal memprihatinkan. Follower atau penentu trend????? Pilihan masing-masing individu, silahkan lihat dari segi kebermanfaatannya aja ya

Serunya Oreo 110th Birthday Celebration Bareng Keluarga di Rumah

  Hal yang paling dirindukan dari seorang anak perempuan yang sudah berumah tangga adalah momen saat bisa kumpul bareng sama orangtua ters...