Bismillahirrahmanirrahim
Selamat
malam guys, bro, sist. Semoga yang sedang baca tulisan ini dalam keadaan sehat
wal’afiat dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Aamiin
Tulisan
ini adalah efek dari #dirumahaja, hehe…jadi monggo kalau senggang, bisa dibaca
sampai akhir. Semoga bermanfaat.
Sumber:
https://covid19.kemkes.go.id
Berawal
dari materi ngaji yang sekarang ngajinya online pakai aplikasi karena memang
kami mencoba mengikuti anjuran pemerintah untuk stay aja di rumah. Materi ngaji
yang terus membahas wabah covid 19. Semua mata tertuju pada wabah ini,
khususnya bangsa Indonesia. Tentu dampaknya sangat luar biasa, semua bidang
kena dampaknya. Mungkin temen-temen semua lebih lincah untuk membahas dampak
yang terjadi, minimal dampak pada aktifitas kita. Rasa was-was berserakan
dimana –mana, khawatir, cemas, hingga mungkin ada yang berujung pada stress.
Aktifitas menjadi terbatas, kegiatan perekonomian terganggu, dsb. Selebihnya,
temen-temen pasti lebih lancar menjabarkan kondisi kita terkini.
Tulisan
ini dibuat semata-semata hanya untuk berbagi perasaan yang penulis baru saja
sadari beberapa jam yang lalu, dan segera dieksekusi dalam bentuk tulisan
karena kita tak pernah tau kapan ajal menjemput. Ya kan guys? Jadi begini,
penulis sempat mengalami rasa was-was berlebih karena fenomena ini, kita
ketahui setiap manusia punya rencana-rencana aktiftas baik jangka panjang
maupun jangka pendek. Lalu, tiba-tiba aja ada fenomena ini yang membuat kita
jadi kurang percaya diri untuk menghadapi hari esok. Setiap melihat berita,
malah nambah rasa was-was dan jadi sedikit engap karena jumlah positif covid 19
kian hari makin bertambah, jumlah korban meninggal juga demikian. Bahkan data
terakhir yang saya baca, persentase kematian di Indonesia akibat wabah covid19
ini menduduki peringkat 1. Beberapa pihak bermaksud baik dengan kritikan
tajamnya agar pemerintah bisa efektif dan tegas dalam menangani kasus ini,
beragam pahlawan dari tenaga medis pun standby di garda terdepan untuk terus
berusaha mengobati pasien yang sudah terinfeksi, beragam pihak lainnya yang dengan
segala potensi yang mereka miliki terus mengalirkan bantuan-bantuannya untuk
keselamatan kita bersama. MasyaAllah
Jujur,
diri ini jadi tergerak pengen kaya mereka, khususnya para tenaga medis yang bertarung
nyawa juga di rumah sakit. Penulis tiba-tiba aja mendadak pengen banget jadi
dokter atau perawat, tapi setelah difikir-fikir agak melelahkan juga kalau
harus ulang ambil S1 kedokteran. Ditambah lagi belum juga diterima sih wan
kalau ikut ujian masuknya. Jadi, penulis mengurungkan niat untuk ambil langkah
senekad itu. Dorongan ingin tetap berkontribusi meskipun di rumah-lah yang
akhirnya menghasilkan tulisan sederhana ini.
Kembali
kepada wabah covid 19 yang tengah kita hadapi. Tertegun bingung harus seperti
apa, semua pihak kini sudah nyaris turun gunung semua untuk memberantas mata
rantai penularannya, tapi kondisi hingga kini belum menunjukkan kurva
penurunan. Teringat akan materi dari seorang guru perihal manajemen stress. Semoga
Allah berkahi hidup beliau. Salah satu
cara jitu memanajemen stress adalah belajar melihat ke belakang saat kita mendapat ujian yang
besar, ingat-ingat kembali langkah-langkah yang kita lakukan dulu dan apa
hikmah dari kejadian masa lampau tersebut. Yups, masing-masing dari kita
pastilah pernah mengalami ujian yang besar menurut pribadi kita. Coba kita
ambil lagi hikmah dari kejadian itu dan kita coba terapkan di ujian masa kini.
Dulu, saya pernah nyaris di blacklist dari suatu seleksi beasiswa karena ada
berkas yang tertukar. Secara logika manusia, seharusnya kejadian itu gak
terjadi, karena sudah hampir setiap hari saya selalu ngecheck berkas berkas
tersebut. Tapi…ya balik lagi, kalau Allah enggak kasih teguran berkas tertukar
mungkin saya tanpa sadar akan terus berfikir bahwa segala pencapaian yang saya
dapatkan hingga kini semata-mata karena
usaha keras saja. Saat kejadian itu, singkat cerita seperti ada film
yang berputar di otak penulis dan isinya adalah rangkaian kekhilafan, dosa
selama ini. Spontan minta ampun sama Allah saat itu dan sadar bahwa banyak
kekhilafan dari hati yang tanpa sengaja. Allah begitu baik, di tengah
kepasrahan dan memohon ampun yang benar-benar begitu menyesal, Allah kasih
jalan keluar hingga Alhamdulillah penulis berhasil menyelesaikan masalah itu
dan diijinkan menjadi salah satu penerima beasiswa.
Mungkin
teman-teman yang baca bingung, apa hubungannya covid 19 dengan tragedi
beasiswa? Hehehe…maafin ya. Intinya bahwa, Allah selalu punya pesan di setiap
peristiwa yang diberikan kepada hambanya. Begitulah cara-Nya menyampaikan
pesan, baik itu pesan untuk menegur kita, pesan untuk menambah keilmuan kita,
pesan untuk menguatkan keyakinan kita. Corona virus ini hanyalah media
penyampai pesan, corona virus tetaplah makhluk Allah SWT, ia bergerak pindah
dari satu sel ke sel lain atas seijin Allah. Bukankah tidak ada daun yang jatuh
tanpa ijin dari Allah? Pertanyaanya, apa pesan yang ingin Allah sampaikan. Jika
pesan itu sudah diterima oleh kita sebagai hambanya, maka tidak sulit bagi
Allah untuk mengembalikan kondisi kembali pulih seperti sediakala bukan?
Sungguh mudah bagi Allah, sangat mudah, kelewat mudah bagi Allah. Karena jika
bukan dengan cara seperti ini, agak aneh rasanya jikalau Allah menyampaikan
pesannya lewat suara bergemuruh di langit. Manusia khususnya seperti saya yang
banyak khilafnya ini, tentulah enggak akan kuat mendengar langsung nasihat-Nya
di langit dengan suara bergemuruh. Maka melalui peristiwa, Sang Maha Penyayang
ingin menyampaikan pesan-Nya. Pesan yang bak berlian bagi hambanya yang
beriman, pesan itu lebih kita kenal dengan hikmah nantinya.
Disamping
beragam pihak intelektual bekerja, pemerintah berupaya keras, dan kita sebagai
warga yang dianjurkan dirumah aja. Banyak hal yang bisa kita lakukan. Bisa
diawali dengan belajar menerima kedatangan wabah ini. Menerima dengan penuh
pemaknaan bahwa pastilah banyak kebaikan dari kejadian ini. Proses hati yang
menerima keadaan ini sangat jitu membuka hati untuk senantiasa bersyukur
kemudian berujung pada rasa sabar yang kian hari makin mahal harganya. “Ya
Allah, saya menerima hadirnya wabah ini, InsyaAllah kami terima”. Katakan
dengan lembut seusai sholat, bisa jadi berujung pada air mata. Hingga akhirnya
tercipta kalimat selanjutnya. “Ampuni kami ya Rabb, kami banyak khilaf, kami
banyak menduakan-Mu, ampuni ya Rabb”. Katakan dengan jujur, sejujur-jujurnya,
begitu dekat jarak kita dengan-Nya. Hingga klimaksnya kita pun memohon, “Sembuhkanlah
saudara kami yang sakit terkena covid
19, pulihkan bangsa ini ya Rabb”. Tanpa sadar tubuh jatuh menuju titik
penghambaan terbaik yaitu saat sujud. Keyakinan itu semakin menguat bahwa Allah
mendengar do’a kita bahkan sudah langsung merespon do’a-do’a kita. Keyakinan itu
semakin muncul bahwa Allah akan menolong kita, mengampuni dosa-dosa kita. Entah
melalui tangan siapa, melalui teknik seperti apa, hingga akhirnya wabah covid
19 ini benar-benar bisa teratasi. Semua kembali ke kondisi yang baik. Aamiin.
Ketika waktu itu tiba, Allah ijabah. Semoga jadi pengingat untuk kita kelak,
bahwa masalah yang kita hadapi mungkin saja sebesar kapal di lautan. Tapi
nikmat yang Allah berikan ternyata seluas lautan itu sendiri.
Penulis
sendiri menyadari dan menyesal, banyak hal yang suka dikeluhkan sebelumnya.
Merasa menjadi orang yang paling punya banyak masalah, merasa paling
dikecewakan, merasa iri dengan pencapaian orang lain, merasa dan perasaan negatif
lainnya. Seakan lupa bahwa Allah setiap detiknya terus menjaga diri kita.
Contoh: kalau kita punya masalah dengan tugas akhir seakan berat sekali, tapi
bukankah Allah kasih kita laptop? Allah kasih kita kuota? Allah kasih banyak
referensi? Allah kasih tubuh kita sehat? Allah kasih banyak hal lainnya. Satu
hal, Allah adalah satu-satunya Zat yang enggak pernah ninggalin kita baik dalam
keadaan senang atau sedih (makna surat Ad-Dhuha). Ini baru dengan virus yang tak kasat mata, dimana
jika imun tubuh kita baik maka virus itu akan lemah dengan sendirinya, dan
sebaliknya barulah bisa terinfeksi. Nah…yang bisa menyetting imun tubuh kita
prima tentu semuanya atas ijin Allah bukan? Belum lagi kalau anak biologi
ngejelasin masalah penyusunan DNA kita, kalau aja urutan DNA nya ada yang
kurang tepat, Allah udah ciptain enzim yang udah standby ngebenerin urutannya
lagi. Jadi sebenarnya mudah aja bagi Allah untuk melemahkan kita, tinggal kasih
arahan ke enzim dalam tubuh kita untuk malas bekerja. Selesai sudah hidup kita. Astagfirullah, terlalu banyak
nikmat yang diabaikan. Belum lagi kalau kita mencapai pencapaian yang besar,
terus tanpa disengaja ada yang merendahkan kita, mendadak kita emosi bukan main
seakan mau menunjukkan bahwa segala pencapaian yang diperoleh itu murni full
hasil kerja keras kita sendiri hingga tanpa disadari berujung pada kesombongan
hingga merusak keikhlasan dari amal yang udah susah payah kita lakukan.
Tulisan
ini ditujukan khusus untuk penulis yang punya potensi melakukan hal-hal yang
Allah tidak sukai. Kita yang #dirumahaja bisa memulai dengan intropeksi diri
kita masing-masing dulu, baik intropeksi perihal pola hidup, intropeksi terkait
hubungan kita kepada Allah SWT. Terkadang segala teknik yang canggih kalah
dengan sujud yang tulus. Dengan melihat ke diri kita dulu, maka kita akan bijak
melihat yang lain.
Meski
#dirumahaja, semoga kita ketemu di dimensi do’a selalu. Kita ramaikan langit.
Semoga para pihak yang berjuang juga Allah lindungi selalu. Aamiin. Yakin,
Allah akan menolong, entah melalui tangan siapa, atau melalui teknik seperti
apa. Yakin seyakin yakinnya, seperti halnya kita yakin kalau malam ini bisa
minum air mineral, atau seyakin kita kalau besok masih bisa bangun pagi, atau
seyakin kita bahwa besok pasti bisa sarapan.
Baca postingan wanda sambil bayangin gaya bicaranya yg lemah lembut😁 semoga tetap produktif walaupun lagi #dirumah aja ya wanda 😊
BalasHapusSiapp:) InsyaAllah
Hapus