Sutradara : Guntur
Soeharjanto
Produser : Yoen K, Ody Mulya Hidayat
Penulis Naskah : Asma Nadia
Pemain :
Revalina S. Temat, Morgan Oey, Ibnu Jamil, Laudya Cynthia Bella, Desta, Ollyne Apple, Cynthia Ramlan, Jajang C. Noer.
Produser : Yoen K, Ody Mulya Hidayat
Penulis Naskah : Asma Nadia
Pemain :
Revalina S. Temat, Morgan Oey, Ibnu Jamil, Laudya Cynthia Bella, Desta, Ollyne Apple, Cynthia Ramlan, Jajang C. Noer.
Film yang telah tayang
sejak 30 Desember 2014 ini telah berhasil membuat banjir air mata di studio
bioskop setiap harinya bahkan di hari-hari terakhir penayangannya. Film yang
kental dengan nuansa asmara-religi ini sarat akan hikmah yang sangat menyentuh
hati. Kisah cinta dan Islam dikemas seindah mungkin dalam balutan keimanan.
Dimana tema utama dari cerita ini adalah “ ketika Iman bercerita tentang cinta”.
Selain itu, alasan penulis meresensi film ini karena ini adalah film pertama
selama kuliah di Jakarta yang berhasil disaksikan oleh penulis di Bioskop
secara langsung. (Wah..sungguh mengharukan bukan kisah penulis resensi ini?)
Hampir serupa namum tak
sama, konflik percintaan dalam karya Asma Nadia masih berpola pada tema sebelumnya
yaitu pengkhianatan, perselingkuhan. Film ini diperankan oleh Revalina S.Temat
sebagai Asmara. Morgan Oey sebagai Zhongwe, Ibnu Jamil sebagai Dewa, Laudya Cynthia
Bella sebagai Sekar, dan
Desta sebagai Ridwan.
“Ra”, sapaan Dewa
kepada Asmara. Bayang-bayang indah pernikahan seketika sirna dari pandangan
Asmara. Dewa dan Asmara memang tengah mempersiapkan acara pernikahannya, namun
pengakuan Dewa saat itu benar benar telah berhasil mematahkan hatinya. Patah
sepatah patahnya hingga membuat luka
perih jauh dalam hati. Pengakuan Dewa bahwa dirinya telah menghamili Anita,
rekan kerjanya. Sungguh tak dapat dimengerti oleh Asmara. Laki-laki yang sempat
terbayang dalam benaknya akan menjadi seorang imam yang dapat menuntunnya ke surga
ilahi telah mengkhianati kepercayaannya. Wanita manapun tentu akan sedih
sesedihnya. Dewa dengan segala pengakuan pahitnya tetap berupaya untuk
melanjutkan pernikahannya dengan Asmara. Akan tetapi, Asmara menolak. ”Cinta
adalah menjaga, saat seseorang tak mampu menjaga cintanya sendiri, maka tak ada
lagi kata cinta”, itulah alasan Asmara sekaligus menjadi kalimat penutup antara
Dewa dengan dirinya.
Hari berganti hari,
waktu pun kian beralih. Rasa sakit itu kian luntur termakan pusaran waktu. Berkat
bantuan sahabatnya, Asmara kini dapat bekerja di Beijing China sebagai penulis
kolom berita. Sekar, sahabat terbaik Asmara beserta suaminya “Ridwan” sangat
menyambut kedatangannya di China. Sebuah apartemen yang tak jauh letaknya dari
apartemen mereka telah dipersiapkan khusus untuk Asmara. “Asma”, sapaan Sekar
terhadap Asmara. Sekar sangat menyayangi sahabatnya, ia tak mau awan kesedihan
terus mengelilingi Asma.
(Keterangan foto: Ridwan, Sekar, dan Asma)
***
Panorama China
memang sangat indah, kental dengan kebudayaannya. Camera pun tak lepas
dikalungkan di lehernya, dan apabila melihat hal-hal yang menarik. Jarinya
segera tanggap menangkap gambar tersebut. Saat perjalanan pulang, di dalam bus.
Asma tak sengaja bertemu dengan pemuda China. Perkenalan pun terjadi tanpa
rencana. Zhongwe, ialah nama pemuda tersebut. Zhongwe yang sangat menyukai
mitologi ini menyebut Asma dengan sebutan “Ashima”. Ashima merupakan sosok
gadis legenda China, ia adalah gadis yang cantik dan hatinya pun cantik.
Pertemuan singkat dalam bus tersebut memaksa mereka tak dapat berbincang-bincang
terlalu lama. Sebuah buku diberikan dengan terburu –buru oleh Zhongwe. Buku
Ashima dalam tulisan full China membuat
Asma bingung bagaimana cara mebacanya. Namun Zhongwe berjanji akan
menceritakannya apabila mereka bertemu kembali.
(Keterangan foto: Saat Asma dan Zhongwe berkenalan, namun Asma yang seorang muslim tak menyambut uluran tangan Zhongwe sebagai salam perkenalan)
Kisah singkat itu,
ia ceritakan pada Sekar. Sekar yang sangat menyukai film korea ini sangat
senang berlebihan melihat Asma sudah dapat move
on dari luka lamanya.
Semenjak pertemuan
di bis tersebut, mereka belum jua bertemu kembali. Walau hati meraka sungguh
menginginkan pertemuan itu terjadi. Asma pun tak mau ambil pusing, ia luruskan
niatnya kembali ke China untuk bekerja.
Untuk dapat menulis
kolom berita China yang berjudul “Assalamualaikum Beijing”, Asma yang ditemani
tour guide berniat untuk mengetahui lebih dalam mengenai China. Sosok perempuan
China dengan kulit putihnya yang khas sempat membuat Asma kagum heran, karena
tour guidenya kali ini mampu berbahasa
Indonesia dengan baik, Sunny namanya. Ternyata seluruh tour guide di China
memang pandai menggunakan beragam bahasa. Hal tersebut sangat memudahkan Asma
untuk berkomunikasi.
Wanita berjilbab
ternyata tak seperti alien di China. Pengguna Jilbab di China pun terbilang
cukup banyak, tak hanya Asma dan Sekar. Agama Islam di China disebut dengan “agama
yang murni”, agama Islam menjadi salah satu dari lima agama yang diakui di
China. Tempat wisata yang ia kunjungi pertama bersama tour guidenya adalah
Tembok Raksasa China yang pernah menjadi salah satu keajaiban dunia. Panjang
tembok raksasa ini sebesar 6400 km. Tembok ini dibangun diatas nyawa-nyawa yang
terbujur kaku. Menurut kepercayaan daerah setempat, orang yang berhasil menaiki
tembok raksasa ini kelak akan menjadi orang yang hebat.
(Keterangan foto: Tembok raksasa China)
***
Entah karena
kelelahan kerja dan berwisata, akhir akhir ini Asma seringkali dilanda pusing.
Namun seketika pusing itu pun hilang. Seusai Sholat, Asma selalu mengucap
syukur atas segala nikmat umur dan sehat yang telah Allah berikan untuk hari
ini.
Hari esok pun siap
disambut Asma dengan penuh semangat. Perjalanan wisatanya pada hari ini cukup
berbeda. Tour guide yang biasa menemaninya ternyata tak bisa hadir pada hari
ini karena ibunya sedang sakit. Tour guide penggantinya pun membuat Asma
terkejut bahagia. Zhongwe, pemuda yang sudah lama ingin ia temui kembali sudah
berada di depan matanya sebagai tour guidenya. Zhongwe berasal dari keluarga
yang sederhana di pedesaan terpencil di China. Zhongwe berprofesi sebagai
tourguide dengan kemampuan beragam bahasanya, sehingga Zhongwe mampu berbahasa
Indonesia dengan baik.
Keterangan foto: Saat Zhongwe sebagai tourguide Asma
Wisata pada hari
ini tertuju pada salah satu Masjid yang berada di China. Masjid ini telah
dibangun pada 996 tahun yang lalu. Jika kuil menghadap ke selatan, maka Masjid
di China menghadap ke Mekkah.
Sesampainya di
depan pintu Masjid, Asma mengajak Zhongwe untuk masuk ke dalam Masjid juga. Namun
Zhongwe menolak. Disitulah Asma mengetahui bahwa Zhongwe bukanlah pemeluk agama
Islam. Zhongwe merupakan pemuda yang mengakui adanya Tuhan, namun masih ragu
dengan agamanya. Seusai dari Masjid, Zhongwe pun semakin banyak bertanya
terkait Islam, seperti cara bersalaman orang muslimin, mengapa di dunia ini
harus ada agama yang pada akhirnya berujung pada perang?
Asma dengan lembut,
perlahan demi perlahan mencoba menjelaskan atas pertanyaan Zhongwe. “ Dalam
Islam, kaum perempuan memang tidak boleh bersentuhan dengan kaum laki-laki yang
bukan mukhrimnya. Sedangkan peperangan bukanlah karena agama, namun karena
nafsu manusia itu sendiri. Jika dunia tanpa agama, maka justru akan terjadi
perang yang jauhhhhh lebih dahsyat.
Penjelasan Asma
kali ini telah membuat Zhongwe terangguk diam seakan menyetujui pendapat Asma.
Perjalanan pun dilanjutkan, sesekali Zhongwe sebagai tour guide menerangkan
beberapa budaya di China. Salah satunya budaya minum teh. Teh dapat
menyeimbangkan yin dan yen dalam tubuh. Dalam kebudayaan China, tradisi
menuangkan teh sama saja seperti kita meminta maaf. Menikmati
teh tidak akan sama setelah mengetahui tradisi yang sebenarnya.
Ya…Film ini sangatlah bagus, keindahan
China benar-benar disuguhkan dengan menakjubkan hingga membuat seluruh penonton
tak rela mengedipkan matanya walau hanya satu detik.
Asma diajak kembali
mengunjungi tembok raksasa China oleh Zhongwe. Kali ini, Zhongwe menceritakan
kisah Ashima dalam buku yang pernah ia berikan untuk Asma ke dalam bahasa
Indonesia. Konon pada jaman dahulu kala. Ada seorang gadis yang berparas cantik
bernama Ashima, tidak hanya itu, ia juga memiliki hati yang cantik. Inti cerita
pada buku tersebut adalah Ashima disukai oleh seorang pemuda miskin bernama
Ahe. Namun ada seseorang yang kaya raya yang menjadi penghalang cinta mereka
berdua. Sehingga antara Ashima dan Ahe tak dapat bertemu. Ahe pun tetap
memperjuangkan Cintanya untuk Ashima. Namun saat puncak perjuangannya, ia
melihat Ashima sudah berdiri kaku menjadi patung. Ahe pun hanya bisa melihat
Ashima lewat patung tersebut, Ahe tak perlu jawaban balasan cinta dari Ashima.
Patung itu menjadi saksi akan cinta mereka.
Begitulah kiranya Zhongwe
mentranslate kisah yang ditulis dalam tulisan China ini.
***
Dewa yang ternyata
tak mampu melupakan cintanya pada Asma, walaupun ia sudah menikahi Anita dan
memiliki satu orang anak yang cantik. Dewa tanpa meminta izin pada istrinya,
langsung menyusul Asma ke Beijing. Kehadiran Dewa sungguh mengganggu Asma.
Dengan segala rayuan Dewa, mencoba untuk dapat bersama kembali dengan Asma.
Asma yang jelas –jelas tak akan kembali padanya, terus saja ia kejar-kejar
hingga ke China. Dewa yang merasa ada sesuatu antara Asma dan Zhongwe, merasa
kesal. Ia berupaya menarik perhatian Asma, namun hal tersebut percuma. Asma
seperti sudah mati rasa terhadap Dewa. Melihat sikap Asma yang tak juga
merespon usahanya. Maka Dewa pun kembali ke Jakarta, bukan berarti menyerah,
namun ia hanya sejenak memberi waktu pada Asma untuk dapat menerimanya kembali.
***
Kali ini, rasa
sakit ini semakin terasa. Kepala seperti sudah mau pecah. Pandangan mata ini
pun semakin kabur hingga perlahan hanya terlihat bayangan bayangan dan akhirnya
gelap gulita. Asma jatuh sakit dengan fonis penyakit yang berbahaya. Asma
mengidap penyakit Sindrom antibodi antifosfolipid (bahasa Inggris:Antiphospholipid antibody
syndrom) disingkat APS adalah gangguan pada sistempembekuan
darah yang dapat menyebabkan thrombosis pada arteri dan vena serta
dapat menyebabkan gangguan pada kehamilanyang berujung pada keguguran. Disebabkan karena produksi antibodi
sistem kekebalan tubuh terhadap membran sel. Penyakit ini berhubungan dengan
mengentalnya darah secara tiba-tiba dan sewaktu-waktu dapat menyebabkan
kematian.
Asma pun segera kembali ke Indonesia untuk mendapat
perawatan di sana. Dengan terpaksa, ia membatalkan janjinya dengan Zhongwe
untuk pergi ke Yunan melihat patung Ashima. Tak ia beritahu kondisinya saat
ini, “ada keperluan keluarga” menjadi alasan Ashima kepada Zhongwe.
Ashima mengalami stroke, ia sulit untuk berjalan. Namun
Asma adalah wanita yang kuat dan tangguh. Tak pantang menyerah melawan
penyakitnya yang dapat merenggut nyawanya tiap detik. Perawatan demi perawatan
ia lalui, dan akhirnya pihak rumah sakit mengizinkannya untuk kembali ke rumah.
Betapa senangnya Asma mampu keluar dari rumah sakit yang sangat menjenuhkan
itu.
Tak disangka, Sekar yang merupakan sahabat terbaiknya
datang ke Indonesia khusus ingin melihat kondisi Asma. Keberadaan teman
terbaiknya ini ternyata membuat wajah Asma sedikit tersenyum hingga tak terlalu
terlihat pucat. Perbincangan dua sahabat itu akhirnya berujung pada Zhongwe.
Asma pun menghentikan harapan sahabatnya untuk dapat menjodohkan dirinya dengan
Zhongwe. Ia tak mau membuatnya kecewa dengan keadaannya yang sekarang.
Ulah sekar yang ingin sekali menyatukan mereka berdua.
Zhongwe pun tiba di rumah Asma bersama suaminya Sekar, yaitu Ridwan. Asma yang
berada di kamarnya mendadak mengeluh tak dapat melihat. Zhongwe dan Ridwan yang
baru saja tiba, langsung segera melihat kondisi Asma. Tak diduga, Dewa pun pada
hari yang sama datang ke rumah Asma. Mereka semua menyaksikan keadaan Asma yang
sudah tak seperti dulu lagi. Kini pandangan mata Asma hanya gelap, dalam
kegelapannya yang ia cari kala itu adalah kepastian keberadaan zhongwe di
rumahnya. Setelah mendengar suara Zhongwe yang mengucapkan “Assalamualaikum
Asma” membuat wajahnya sumringah. Namun tak lama, ia justru jatuh pingsan dan
segera di bawa ke rumah sakit. Zhongwe memang sudah mualaf. Sepeninggalan Asma
dari Beijing, ia sering bertanya terkait agama kepada imam Masjid. Segala
pertanyaanya pun mampu terjawab, dan ia memutuskan untuk memeluk agama Islam. Zhongwe mengagumi
sosok Mushab bin Umair, sahabat Rasulullah yang rela melepaskan harta,
kedudukan dan kehormatannya saat berhijrah pada agama Islam, dan mati syahid
saat berperang melawan kaum musyrikin dalam kondisi kedua tangannya putus
ditebas lawan.
Dewa awalnya
kecewa, melihat Asma yang tak peduli dengan keberadaannya lagi. Namun Dewa pun
mengikhlaskan Asma kepada Zhongwe. Dewa sadar bahwa dirinya dahulu terlalu
jahat menyakiti hati Asma, dan tak pantas rasanya kini untuk kedua kalinya ia
mengganggu kebahagiaan Asma.
Asma yang masih
koma di rumah sakit mendapat banyak doa dari ibunya, sahabat, dan juga Zhongwe.
Diam-diam, Zhongwe meminta restu untuk dapat menikahi Asma. “Asma telah
menuntunnya untuk menemukan cahaya hidayah, dan kini aku ingin menjadi cahaya dalam
kegelapannya yang dapat menuntunnya ke syurga”
Setelah sadar dari
koma, pernikahan pun berlangsung. Banyak perubahan baik terjadi pada Asma.
Ancaman kebutaan dapat diselamatkan dokter, hanya saja kini Asma tak mampu
berbicara. Mereka berdua hijrah ke China untuk bertemu dengan keluarga Zhongwe.
Di sana paman dan bibi Zhongwe ternyata seorang muslim juga. Asma mendapat
pengobatan tradisional dari keluarganya. Alhamdulillah, kini Asma sudah tak
merasakan sakit yang mengancam nyawanya kembali. Obat pahit tradisional China
harus ia telan setiap hari, namun Asma tak merasa pahit, karena ada suami yang
mau menemaninya dimanapun dan bagaimanapun. Hari-hari dilalui dengan indah dan
mereka pun akhirnya dapat melihat patung Ashima bersama-sama. Ahe yang telah
menjelma menjadi Zhongwe tak perlu menunggu jawaban cinta dari Asma yang
kondisinya kini sudah tak mampu berbicara. Dengan dapat melihatnya setiap hari
saja sudah menjadi pembuktian cinta yang hakiki. Hingga akhirnya Asma pun
diketahu hamil, nikmat yang Allah berikan kali ini menambah manis perjalanan
cinta mereka. Ancaman keguguran karena penyakit yang diderita Asma tak membuat
gentar. Mereka yakin anak ini akan setangguh ayah dan ibunya.
Memang benar kata
Ridwan (suami Sekar), yang terpenting adalah iman, masalah romantis itu urusan
belakangan. Indahnya iman membalut cinta. Cinta hakiki hanyalah milik Allah
SWT. Hanya Allah yang mampu membolak balikan hati manusia.
JIka sudah ada cinta yang sempurna, maka untuk apalagi
dipertanyakan kesempurnaan fisik?
Sutradara film ini
sungguh berhasil menyajikan nuansa islami, cinta, keimanan, budaya, menjadi
satu padu. Sehingga film ini memberi beragam kesan bagi para penonton film ini.
-Penulis resensi: Wanda Amelia Rahma-
Nb: Postingan ini adalah kurikulum KOMBUN periode 12-19 Januari 2015 dengan tema "Resensi Film"
Weleh2, komplit banget nih resensinya. Keren deh. Tapu karena gue cowo, dan gue nontonnya barengan sama temen gue,
BalasHapusJadi gue pura2 ngak nangis. He..he..he..
Lagian kalau nangis semua, kasian Jakarta. Nambah banjir entar...hehe
BalasHapus