Assalamu’alaykum
warohmatullahi wabarakatuh
Hai guys…akhi ukhti..
Rindu
rasanya bisa menulis kembali di blog ini. Entah mengapa bibir ini terlalu kelu
untuk bicara pada yang bernyawa. Namun terlalu bebas saat sudah bermain dengan
kata kata…
Teringat,
kurang lebih dua tahun yang lalu. Saat Allah pertama kali memberiku kesempatan
untuk bisa berkompetisi mewakili kampus tercinta di sebuah ajang karya tulis
ilmiah bersama dengan ketua temanku. Seperti di ceritaku sebelumnya, bahwa
Alhamdulillah Allah memberiku pelajaran yang berharga. Aku memang kalah dalam
lomba ini. Tapi teringat dengan kata-kata seseorang. “Orang yang berhasil
bukanlah orang yang benar benar mendapatkan kemenangan, namun ia yang mampu
mengambil hikmah dari segala peristiwa yang dialami”. Ada juga yang mengatakan
bahwa hikmah itu bagai berlian, sesuatu yang mahal harganya dan tak mudah untuk
mendapatkannya. Banyak orang yang memilih jalan lain dibandingkan bersusah
payah mencari hikmah di atas kepedihan hati.
Tulisan
kali ini bukan lagi mendeklarasikan kekalahan waktu itu, hehe..yang lalu
biarlah berlalu. Siapa bilang kekalahan itu tidak membuat sakit?? Sesuatu yang
tidak kita harapkan memanglah membuat hati ini kecewa, tapi saat hati ini sadar
bahwa Allah-lah pemilik hakiki diri ini, maka rasa syukur seharusnya yang kita
rasakan. Jika sudah begitu, maka kekalahan itu akan berubah menjadi “kegagalan
yang bermakna” Benar begitu????
Kami
memang beruntung, ku akui itu. Di semester pertama, abstrak kami lolos dalam
sebuah ajang nasional. Tentu kami bahagia bukan main, seakan sudah mewakili
bangsa Indonesia saja…hehe Berbagai persiapan sudah kami lakukan, bahkan kami
sampai sering nginep di kosan secara bergantian untuk mengerjakan makalah dan
presentasi. Ikhtiar secara duniawi seperti sudah 99% sempurna. Sampai-sampai
saat perjalanan menuju Surabaya, kami masih saja berutat dengan laptop. Hari
itu membuat kami melupakan ujian kalkulus yang sebentar lagi akan mengguncang
dunia..(lebay kali ini anak). Saat tiba
di stasiun terakhir, kami masih berkutat dengan materi presentasi kami.
MasyaAllah..jujur saat itu aku seperti terobsesi tinggi.
Beberapa
menit sebelum kami tampil presentasi, kami sangat ketakutan, hati kami berdebar
luar biasa. Tapi kesalahan fatal yang aku lakukan, aku justru membuat lelucon
yang tidak penting sebelum kami tampil. Maksudku kala itu adalah untuk
mencairkan suasana, namun setelah aku fikir. Kini aku mengerti, banyak
kekhilafan yang aku lakukan. Kegagalan itu memanglah sudah takdir, sudah yang
terbaik untuk kami. Namun, kekhilafan dan kesalahan-kesalahan kecil yang tidak
aku sadari justru yang membuat langkah ini menjadi kurang berkah. Seharusnya,
aku banyak beristigfar di kala itu, seharusnya aku tak membuat lelucon saat
hati berdebar. Itu menandakan bahwa aku tidak melibatkan Allah di setiap
ikhtiar ku. Astagfirullah…Entah apa yang aku fikir, rasa senang bisa bertemu
dengan teman-teman dari kampus lain malah membuat iman ini melemah. Allah pun
memberikan hasil yang terbaik untuk kami. Coba seandainya aku menang lomba di
kala itu, pastilah tak ada koreksi untuk diri dan selamanya akan seperti ini.
Sungguh aku sangat bersyukur.
Pembelajaran
lain yang diperoleh, dua pemenang utama dalam lomba ini adalah justru 2 tim
yang datang terlambat dan nyaris didiskualifikasi. Mereka bukan datang sengaja
terlambat, tapi ada halangan di perjalanan mereka. Tapi syukurnya, mereka tidak
pantang menyerah hingga akhirnya mereka berhasil tiba di lokasi lomba. Mereka
tertinggal kereta, dan akhirnya harus mencari bis ke arah jawa. Di perjalanan
mereka pun sempat tersesat, dan tinggal beberapa waktu di rumah salah satu
saudara mereka. Sempat salah satu dari mereka putus asa dan memutuskan untuk
kembali ke Jakarta. Tapi iman mereka yang kuat, dan mereka berserah diri pada
Allah dan mereka pun terus maju sebagai tanda syukur mereka, kemenangan pun
berhasil mereka peroleh.
Masya
Allah…peristiwa yang pernah membuat hati ini kecewa justru menyimpan hikmah .
“Saat hasil yang diperoleh terlihat tak sesuai dengan yang
kita harapkan, maka berarti Allah sedang mengajarkan arti keikhlasan kepada
kita. Sudah seharusnya kita melibatkan Allah di setiap langkah kita.”
-Wanda Amelia Rahma-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar terbaikmu:)