Mengapa justru MC??
What is the meaning of MC??
MC= makin cantik?? # oh
no…sepertinya alaynya mulai kumat dan harus segera minum obat dosis tinggi
keburu menyebar ke orang lain..heheheh ( gak lucu ya?? Yasudah deh)
Master
of Ceremony, usually call it with MC, right??
Pertamakali aku masuk kampus ini,
tak banyak yang kuinginkan. Jikalau aku bermimpipun maunya jadi penulis atau
seperti mba oki setiana dewi. Pada tau kann?? Ituloh kakaku yang bermain Ketika
Cinta Bertasbih. Hehe…jiwa eksisnya belum juga sembuh ternyata. Jelas-jelas
jurusan yang diambil pendidikan kimia. Dari mana korelasinya jadi penulis??
Eittts, jan
gan salah. Guru yang
berjiwa eksis itu terkadang perlu juga loh, bahkan mungkin harus. Pelajaran
kimia yang notabennya the killer lesson akan semakin menyeramkan lebih seram
dari Susana kalau pembawaan gurunya so monoton.
Jadi ingat tulisan di diary deh.
Aku mau jadi guru yang manis, dinamis, modis, agamis, aktivis, narsis, optimis,
dan cerdasis
(jangan dipaksa wanda -_-)
Kenapa aku bisa berbicara di
depan orang banyak?? Aku tak bermaksud apapun di tulisan ini. Hanya saja
tulisan ini sebagai flashback kisahku hingga aku seperti ini. Ada salah satu
temanku yang fobia sekali berbicara depan orang banyak. Padahal dia specialist
sekali kalau speak in English. Sayang tak banyak orang tau karena dia pemalu
sekali.
Ada beberapa anggapan dari
temanku. Ada dua kemungkinan seseorang menjadi pandai berbicara di muka umum.
Hipotesa pertama adalah karena keturunan. Hipotesa kedua adalah bakat dari
lahir.
Mendengar itupun aku tertawa,
sungguh aku geli sekali. “Kenapa tertawa wanda?” temanku heran sekali.
Semuanya lucu ya kalau sudah
berlalu. Padahal waktu mengalaminya, sepertinya sedih sekali. Ouuuuuhhhh
(pukpukpuk)
Jikalau dibilang keturunan,
ayahku paling tidak bisa bicara di depan orang banyak. Hihihi ( maaf ayah).
Terakhir bicara di depan orang banyak saat perpisahan Tk sekitar 10 tahun yang
lalu. Memberikan sambutan sebagai perwakilan wali murid. Padahal baca
sambutanya nyontek full ke kertas tapi tetap saja terbata-bata. Aku tidak malu,
justru bagiku itu hiburan. Hihihi. Ayah kan kalau sehari-hari sok tegas, eh
kalau ketemu orang banyak jadi berubah total. Ayah lucu. Itu juga jadi alasan
kenapa ayah berulang kali menolak menjadi ketua RT. Hihihihihihi.
Udah ah..ngeledekin ayahnya. Hehe
Kalau dibilang bakat dari
kecil???
Aku jadi inget bu Berlia. Beliau
guru SDku. Aku pernah dilatih bernyanyi oleh beliau. Aku rasa beliau sudah
maksimal melatihku, tapi akunya saja yang memang gak ngerti-ngerti. Semakin dipaksa
menyanyi bagus, semakin suaraku mirip dengan kucing yang buntutnya kejepit
pintu. Hihihi.
Saat itu aku duduk di bangku
kelas 5 SD. Aku dan sahabatku “Urfa” dipilih menjadi pembawa acara saat
perpisahan kakak kelasku. Entah kenapa bu guru memilihku. Dulu, kufikir karena
aku tinggi. Jadi dipilih mulu deh….(tepok jidat, apa hubungannya wan)
Acarapun dimulai, aku berupaya
keras membanggakan kedua orang tuaku. Selama aku sd, orang tuaku hanya datang
ke sekolah, saat pendaftaran dan saat aku jadi pembawa acara. Mereka jarang ke
sekolah. Aku memang terbiasa melakukannya tanpa didampingi orang tua. Maklum
sekolah sangatlah jauuuuuh dari rumah. Ku fikir kesempatan ini tak boleh
dilewatkan.
Baru benar-benar kusadari, bahwa
selama ini aku hanya terlalu percaya diri berlebihan saja. Sebenarnya aku tak
mampu. Buktinya semua penonton lebih terkesima dengan suara sahabatku. Bahkan
ibuku sendiri sepertinya begitu. Aku tau itu, karena ibu bilang kalau suaraku
harus seperti urfa. Agak jleb ya…
Semenjak itu, aku putuskan untuk
tidak mau tampil dimuka umum lagi. Aku hanya kepedean, sebenarnya gak bisa.
Tekad yang tlah aku buat, tidak
sinkron dengan saat aku smp. Entah kenapa aku justru sering sekali menjadi
protocol saat upacara. Takdir memang aneh, semakin aku jauhi, semakin
didekatkan. Beberapa perlombaan justru bisa kumenangkan dalam bidang berbicara.
Seperti speech contest, penyuluhan,dsb. Lucu ya…
Terlebih SMA, aku semakin percaya
diri kalau diminta menjadi protocol upacara. Sanking kepedeannya, aku berniat
mengimprovisasi nada seorang protocol. Kukira ini bagus dan akan mendapat
pujian dari guru-guru. Yeeeee
Aku sulit memberi tahu nadanya di
tulisan ini. Yang jelas nadanya terlihat
lebayyyy dan Aneh. Bukan tepuk tangan yang kudapat, jusru tertawaan dari
SELURUH PESERTA UPACARA termasuk guru-guru, mang Ade ( pesuruh sekolah).
Heuuuhhh NYEBELIN
Masih berbicara saat SMA, pernah
saat aku tengah presentasi di kelas. Ada salah satu temanku yang spontan mengkritikku
di tengah presetasi yang sedang aku jelaskan.
“ Wan, bisa gak gaya
presentasinya jangan kaya guru TK yang lagi ngajar muridnya. Kita sudah SMA
wan, bukan anak TK”
Di tengah presentasi yang bagiku
itu sangat berhubungan dengan nilaiku, ada guru yang memandangiku, dan akhirnya
tembakan peluru dari temanku tadi begitu menghantam hatiku….Ouhhh selama ini
gayaku berbicara seperti guru TK???
Aku nangis saat itu juga.
Namun itulah aku, dikritik,
dihina, ditertawakan, diacuhkan hanya membuatku sedih hanya beberapa saat.
Setelah itu aku jadikan cambukan bahwa di lain waktu harus lebih baik lagi.
Kurasa itu yang membuatku bisa seperti ini.
Semakin sering ditertawakan,
semakin banyak orang menghinaku, semakin banyak aku belajar. Kuncinya satu,
tidak pantang menyerah. Coba dan terus coba lagi.
SemangatJ
Hidup ini adalah belajar bukan???
Tulisannya sangat menghibur :D
BalasHapussetuju deh sama Wanda bahwa hidup adalah belajar..
bagus punya tingkat kepercayaan yang lebih dari pada tidak berani untuk berbicara sama sekali di khalayak publik.. apalagi untuk calon guru.. kn harus berbicara setiap mengajar.. setuju kalau jadi guru jangan monoton karena kasian muridnya nanti malah lebih sering jenuh .. suka deh sama tulisannya :D
Terimaksih Ana :) Ayo dong saudariku Ana, kutunggu blog mu agar dunia semakin tau karya tulisanmu apalagi puisimu itu loh....aku suka...ayo buat ana...
BalasHapus