Bisa
berjam-jam aku duduk di sini sambil menatap langit. Tak pernah bosan aku
dibuatnya. Secara kasat mata, tak ada yang berubah dari langit. Semua masih
pada posisinya tersendiri. Memandang sambil tersenyum, tertawa, menangis, kesal
dan memang begitulah caraku berkomunikasi padanya. Orang bilang ini hal yang
membosankan, tapi tidak berlaku bagi diriku. Dari sini aku bisa melihat
wajah-wajah orang yang aku sayangi baik yang masih ada maupun yang sudah tiada.
Telentang adalah posisi paling nyaman saat menatapnya. Satu per satu aku hitung
senyuman mereka dari bawah sini. Mungkin orang bilang aku terlalu drama sama
kehidupan, tapi sayangnya aku gak pernah peduli.
Mungkin
orang bertanya kenapa aku nulis ini semua? Bukan hanya orang lain, diriku
sendiri bertanya-tanya. Di saat yang lain mampu meluapkan seluruh perasaanya
dengan ucapan, mampu mengisyaratkan isi hatinya lewat ekspresi jiwa, namun
tidak semudah itu untukku. Kepandaian ku dalam memainkan itu semua, membuatku
tak mampu tuk terus terang. Di saat yang mendesakpun aku mampu memutar
balikannya. Mungkin dengan untaian kata aku mampu memberi teka-teki tentang
perasaanku.
Disaat
yang lain begitu bebasnya melakukan itu semua tanpa peduli perasaan orang lain,
termasuk perasaanku. Namun alam seakan telah menunjukku untuk berbeda dari yang
lain. Tak pantas sepertinya jika aku terlalu bebas mengutarakan semuanya,
karena mungkin mereka akan merengek seperti dulu lagi. Dan aku tak tega
melihatnya. Lalu, di mana aku harus sembunyikan ini semua selain lewat kata –kata
kiasan.
Kamu
tau? Indahnya bintang tak pernah bisa mengalahkan senyuman indah itu. Senyuman
dari semua orang yang aku sayang baik itu senyuman untukku atau untuk yang
lainnya. Aku mungkin hanya manusia biasa, yang hanya lalu lalang lewat dalam
hidup kalian. Namun entah mengapa aku tak pernah menganggap kalian biasa-biasa
saja untukku. Rasa sayangku pada semuanya tak menutup akan
kesalahan-kesalahanku pada semuanya. Mungkin aku jauh lebih banyak. Tanpa
kalian lapor padaku, aku tau kamu, kamu, kamu juga, dan kamu, dan kamu-kamu
yang lain pernah tersakiti karena tingkahku. Seandainya kepergian bisa menjadi
penengah, akan kulakukan.
Beginilah
aku melakukannya. Menitip pesan pada burung , menulis nama orang-orang yang aku
sayang pada awan, melukis wajah mereka semua pada langit, dan berbisik pada
angin bahwa aku sayang mereka semua.
Namun
aku sadar, saat aku benar-benar sendiri dan yang lain belum paham. Itulah cara
Allah yang paling romantic tuk mengajakku berbincang hanya berdua. Akupun tau,
sayangku pada semuanya tak sebesar kasih sayang sang khalik. Semua terjadi
karena-Nya, dan akan kembali kepada-Nya. Dan suatu saat semua pasti bisa mengerti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar terbaikmu:)