Kemenangan itu terletak di dalam
Jauh di dalam qolbu
(Wanda
Amelia Rahma)
Hiruk pikuk remaja tidak bisa terlepas dari hingar bingar dunia. Dunia kian berubah mengikuti perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Dahulu membutuhkan waktu lama untuk sekedar mengirim pesan melalui surat. Kini, ribuan pesan dapat kita kirim dengan cepat dengan biaya yang lebih murah. Belum lagi perkembangan media social yang merajalela mulai dari friendster, facebook, twitter, instagram, telegram dengan segala keunggulan yang memanjakan umat manusia. Mudahnya dalam berkomunikasi turut memperbesar arus masuknya budaya luar tanpa filter yang baik.
Pemuda menjadi
sasaran dari derasnya arus globalisasi. Siapa yang tidak berpegang kuat pada
tali yang hakiki (Allah SWT) maka akan mudah terbawa arus bahkan mati. Diri ini
bisa menjadi saksi fenomena tersebut karena tak dipungkiri penulis pernah
terseret arus kemunafikan. Kemunafikan dengan mengumbar kata-kata bak penyair
cinta, kata-kata yang meningkatkan eksistensi diri dengan membohongi khalayak
ramai.
Dahulu, diri
ini sangat sering membuat status alay hanya
agar mendapat perhatian banyak orang. Status yang dibuat pun sudah seperti
minum obat 3 kali sehari. Setiap peristiwa, di mana-pun dan kapan-pun selalu selfie dan upload.
Parahnya foto yang di upload melanggar batas aurat. Tak jarang
diri ini-pun suka meng-upload video
dengan teman-teman seperguruan alias teman dengan hobi yang sama. Namun semua
itu pernah membuat diri ini cemas bukan main tepatnya saat sinar hidayah itu
mulai datang. Buat apa segala ikhtiar
ibadah yang mulai perlahan ditingkatkan jikalau aurat masih ditebar di
sana-sini. Berkali-kali membuka foto-foto dan video yang pernah di upload . “Duhhhh…..rasanya sayang banget kalau semua
fotonya harus dihapus” ujar diri ini.
Perlu waktu
berminggu-minggu untuk akhirnya memencet tombol DELETE. Semua foto jaman jahiliyah sudah terhapus. Semoga
benar-benar sudah tidak tersisa lagi. Rasanya lega sekali walaupun saat
memencet tombol delete harus sambil
menutup mata. Sejak itu hari terasa lebih ringan dan sejuk. Qalbu terasa
tentram seakan-akan sedang menikmati suatu kemenangan. Kemenangan tanpa piala
dan medali namun sangat menentramkan hati karena berhasil melawan hawa nafsu
duniawi.
Selain
berhasil melawan nafsu duniawi, adapula kemenangan lainnya. Saat cibiran dari
sana-sini mulai berserakan membuat hati panas dan geram. Pernah saat duduk di
bangku SMA, ketika sedang ingin memulai menjadi orang yang baik, diri ini
justru mendapat cibiran negatif. Karena terlewat emosi, diri ini pernah berniat
berhenti menjadi orang baik jikalau yang lain tetap menganggap diri ini negatif.
Apa susahnya jadi orang jahat. Itu hal yang mudah, sehingga impas jahat dibalas dengan kejahatan.
Untung saja
nasihat seorang teman benar-benar menyelamatkan. Katanya dahulu jikalau diri
ini berniat kembali seperti dahulu hanya karena orang di luaran sana berfikiran
negatif dengan perubahan baik kita maka diri kita tidak ada bedanya dengan
mereka. Seandainya menjadi baik itu mudah, mungkin tidak akan ada perang dan
perpecahan. Mendengar nasihatnya, berulang kali diri ini berupaya mengatur
nafas berusaha membuang seluruh emosi berbarengan dengan gas karbondioksida yang
dibuang oleh tubuh. Fokus pada niat awal untuk berubah menjadi lebih baik di
mata Allah, bukan di mata manusia. Karena hanya kekecewaan yang timbul saat
berharap pada manusia. Allah yang akan
membukakan hatiku dan hati mereka. Lagi-lagi berkat kasih sayang Allah, diri yang
penuh dosa ini diijinkan merasakan kemenangan kembali. Kemenangan melawan
amarah. Hembusan angin setiap pulang sekolah seakan bersorak mengucapkan
selamat karena berhasil bersabar dalam menerima cibiran negatif orang lain.
Prasangka negatif
dari banyak orang lagi-lagi harus diterima sesaat setelah lulus dari bangku
perkuliahan. Niat baik untuk membantu sebuah komunitas membuat diri ini
terjebak dari segala prasangka buruk. “Saya bersalah” adalah kata yang ingin dunia berikan pada diri ini.
Segala canda gurau yang pernah terjalin terhapus begitu saja hanya karena satu
peristiwa yang tidak mengenakan. Keputusan untuk membantu sebuah komunitas
dengan menjadi ketua untuk komunitas tersebut mendapat penolakan keras. Segala
upaya dan keseriusan sudah dicoba satu persatu berharap mereka mengerti dan
mampu memahami. Semakin sadar bahwa mereka sulit mengubah prasangka negatifnya
dari diri ini, membuat hati ini sesak. Sesak yang obatnya hanyalah berani jujur
kepada Allah SWT. Duduk tersimpuh menangis, memohon ampun atas segala sikap yang telah
melukai banyak hati. Terus dilakukan seusai sholat, namun sesak ini belum juga
pergi seluruhnya. Apa yang salah dengan
permohonan maaf dan istigfar ini?
Allah-pun
menunjukkan jalan-Nya melalui ceramah Tarawih di Bulan Ramadhan bahwa ada 3
amal yang Allah sembunyikan hadianya. Ketika Allah tidak secara gamblang
menunjukkan hadiah atas suatu amalan, pertanda bahwa amalannya sangat besar.
Seperti orang tua yang ketika ingin memberikan hadiah ulang tahun mewah nan
mahal kepada anaknya, pasti hadiahnya dirahasiakan dari anaknya. Tiga amal
tersebut adalah puasa, sabar, dan memaafkan. Ada salah seorang sahabat yang
dijamin masuk Syurga karena memiliki amalan
unggulan yaitu sering memaafkan saudaranya sebelum Ia tidur. Isi ceramah
tersebut menyadarkan diri ini bahwa selain meminta maaf, kita juga harus
memaafkan. Tanpa disadari hati ini terluka karena sikap mereka dan diri ini
belum memaafkan diri sendiri dan mereka.
Mencoba membayangi wajah mereka satu per satu sebelum tidur dan mengucapkan, “Saya telah memaafkannya.” Berulang kali
hal tersebut dilakukan sampai sesak ini hilang perlahan. Semenjak itu diri ini
mulai kembali jelas melihat indahnya pagi, sejuknya sore hari, damainya
kehidupan.
Kemenangan
bagi diri ini adalah saat kita berhasil melawan hawa nafsu dari hasrat duniawi,
bersabar dalam amarah, serta memaafkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berikan komentar terbaikmu:)