Sabtu, 21 Maret 2020

BEGINI JADINYA #DIRUMAH AJA


Bismillahirrahmanirrahim
Selamat malam guys, bro, sist. Semoga yang sedang baca tulisan ini dalam keadaan sehat wal’afiat dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT. Aamiin

Tulisan ini adalah efek dari #dirumahaja, hehe…jadi monggo kalau senggang, bisa dibaca sampai akhir. Semoga bermanfaat.

Sumber: https://covid19.kemkes.go.id

Berawal dari materi ngaji yang sekarang ngajinya online pakai aplikasi karena memang kami mencoba mengikuti anjuran pemerintah untuk stay aja di rumah. Materi ngaji yang terus membahas wabah covid 19. Semua mata tertuju pada wabah ini, khususnya bangsa Indonesia. Tentu dampaknya sangat luar biasa, semua bidang kena dampaknya. Mungkin temen-temen semua lebih lincah untuk membahas dampak yang terjadi, minimal dampak pada aktifitas kita. Rasa was-was berserakan dimana –mana, khawatir, cemas, hingga mungkin ada yang berujung pada stress. Aktifitas menjadi terbatas, kegiatan perekonomian terganggu, dsb. Selebihnya, temen-temen pasti lebih lancar menjabarkan kondisi kita terkini.

Tulisan ini dibuat semata-semata hanya untuk berbagi perasaan yang penulis baru saja sadari beberapa jam yang lalu, dan segera dieksekusi dalam bentuk tulisan karena kita tak pernah tau kapan ajal menjemput. Ya kan guys? Jadi begini, penulis sempat mengalami rasa was-was berlebih karena fenomena ini, kita ketahui setiap manusia punya rencana-rencana aktiftas baik jangka panjang maupun jangka pendek. Lalu, tiba-tiba aja ada fenomena ini yang membuat kita jadi kurang percaya diri untuk menghadapi hari esok. Setiap melihat berita, malah nambah rasa was-was dan jadi sedikit engap karena jumlah positif covid 19 kian hari makin bertambah, jumlah korban meninggal juga demikian. Bahkan data terakhir yang saya baca, persentase kematian di Indonesia akibat wabah covid19 ini menduduki peringkat 1. Beberapa pihak bermaksud baik dengan kritikan tajamnya agar pemerintah bisa efektif dan tegas dalam menangani kasus ini, beragam pahlawan dari tenaga medis pun standby di garda terdepan untuk terus berusaha mengobati pasien yang sudah terinfeksi, beragam pihak lainnya yang dengan segala potensi yang mereka miliki terus mengalirkan bantuan-bantuannya untuk keselamatan kita bersama. MasyaAllah

Jujur, diri ini jadi tergerak pengen kaya mereka, khususnya para tenaga medis yang bertarung nyawa juga di rumah sakit. Penulis tiba-tiba aja mendadak pengen banget jadi dokter atau perawat, tapi setelah difikir-fikir agak melelahkan juga kalau harus ulang ambil S1 kedokteran. Ditambah lagi belum juga diterima sih wan kalau ikut ujian masuknya. Jadi, penulis mengurungkan niat untuk ambil langkah senekad itu. Dorongan ingin tetap berkontribusi meskipun di rumah-lah yang akhirnya menghasilkan tulisan sederhana ini.

Kembali kepada wabah covid 19 yang tengah kita hadapi. Tertegun bingung harus seperti apa, semua pihak kini sudah nyaris turun gunung semua untuk memberantas mata rantai penularannya, tapi kondisi hingga kini belum menunjukkan kurva penurunan. Teringat akan materi dari seorang guru perihal manajemen stress. Semoga Allah berkahi hidup beliau.  Salah satu cara jitu memanajemen stress adalah belajar melihat  ke belakang saat kita mendapat ujian yang besar, ingat-ingat kembali langkah-langkah yang kita lakukan dulu dan apa hikmah dari kejadian masa lampau tersebut. Yups, masing-masing dari kita pastilah pernah mengalami ujian yang besar menurut pribadi kita. Coba kita ambil lagi hikmah dari kejadian itu dan kita coba terapkan di ujian masa kini. Dulu, saya pernah nyaris di blacklist dari suatu seleksi beasiswa karena ada berkas yang tertukar. Secara logika manusia, seharusnya kejadian itu gak terjadi, karena sudah hampir setiap hari saya selalu ngecheck berkas berkas tersebut. Tapi…ya balik lagi, kalau Allah enggak kasih teguran berkas tertukar mungkin saya tanpa sadar akan terus berfikir bahwa segala pencapaian yang saya dapatkan hingga kini semata-mata karena  usaha keras saja. Saat kejadian itu, singkat cerita seperti ada film yang berputar di otak penulis dan isinya adalah rangkaian kekhilafan, dosa selama ini. Spontan minta ampun sama Allah saat itu dan sadar bahwa banyak kekhilafan dari hati yang tanpa sengaja. Allah begitu baik, di tengah kepasrahan dan memohon ampun yang benar-benar begitu menyesal, Allah kasih jalan keluar hingga Alhamdulillah penulis berhasil menyelesaikan masalah itu dan diijinkan menjadi salah satu penerima beasiswa.

Mungkin teman-teman yang baca bingung, apa hubungannya covid 19 dengan tragedi beasiswa? Hehehe…maafin ya. Intinya bahwa, Allah selalu punya pesan di setiap peristiwa yang diberikan kepada hambanya. Begitulah cara-Nya menyampaikan pesan, baik itu pesan untuk menegur kita, pesan untuk menambah keilmuan kita, pesan untuk menguatkan keyakinan kita. Corona virus ini hanyalah media penyampai pesan, corona virus tetaplah makhluk Allah SWT, ia bergerak pindah dari satu sel ke sel lain atas seijin Allah. Bukankah tidak ada daun yang jatuh tanpa ijin dari Allah? Pertanyaanya, apa pesan yang ingin Allah sampaikan. Jika pesan itu sudah diterima oleh kita sebagai hambanya, maka tidak sulit bagi Allah untuk mengembalikan kondisi kembali pulih seperti sediakala bukan? Sungguh mudah bagi Allah, sangat mudah, kelewat mudah bagi Allah. Karena jika bukan dengan cara seperti ini, agak aneh rasanya jikalau Allah menyampaikan pesannya lewat suara bergemuruh di langit. Manusia khususnya seperti saya yang banyak khilafnya ini, tentulah enggak akan kuat mendengar langsung nasihat-Nya di langit dengan suara bergemuruh. Maka melalui peristiwa, Sang Maha Penyayang ingin menyampaikan pesan-Nya. Pesan yang bak berlian bagi hambanya yang beriman, pesan itu lebih kita kenal dengan hikmah nantinya.

Disamping beragam pihak intelektual bekerja, pemerintah berupaya keras, dan kita sebagai warga yang dianjurkan dirumah aja. Banyak hal yang bisa kita lakukan. Bisa diawali dengan belajar menerima kedatangan wabah ini. Menerima dengan penuh pemaknaan bahwa pastilah banyak kebaikan dari kejadian ini. Proses hati yang menerima keadaan ini sangat jitu membuka hati untuk senantiasa bersyukur kemudian berujung pada rasa sabar yang kian hari makin mahal harganya. “Ya Allah, saya menerima hadirnya wabah ini, InsyaAllah kami terima”. Katakan dengan lembut seusai sholat, bisa jadi berujung pada air mata. Hingga akhirnya tercipta kalimat selanjutnya. “Ampuni kami ya Rabb, kami banyak khilaf, kami banyak menduakan-Mu, ampuni ya Rabb”. Katakan dengan jujur, sejujur-jujurnya, begitu dekat jarak kita dengan-Nya. Hingga klimaksnya kita pun memohon, “Sembuhkanlah saudara  kami yang sakit terkena covid 19, pulihkan bangsa ini ya Rabb”. Tanpa sadar tubuh jatuh menuju titik penghambaan terbaik yaitu saat sujud. Keyakinan itu semakin menguat bahwa Allah mendengar do’a kita bahkan sudah langsung merespon do’a-do’a kita. Keyakinan itu semakin muncul bahwa Allah akan menolong kita, mengampuni dosa-dosa kita. Entah melalui tangan siapa, melalui teknik seperti apa, hingga akhirnya wabah covid 19 ini benar-benar bisa teratasi. Semua kembali ke kondisi yang baik. Aamiin. Ketika waktu itu tiba, Allah ijabah. Semoga jadi pengingat untuk kita kelak, bahwa masalah yang kita hadapi mungkin saja sebesar kapal di lautan. Tapi nikmat yang Allah berikan ternyata seluas lautan itu sendiri.

Penulis sendiri menyadari dan menyesal, banyak hal yang suka dikeluhkan sebelumnya. Merasa menjadi orang yang paling punya banyak masalah, merasa paling dikecewakan, merasa iri dengan pencapaian orang lain, merasa dan perasaan negatif lainnya. Seakan lupa bahwa Allah setiap detiknya terus menjaga diri kita. Contoh: kalau kita punya masalah dengan tugas akhir seakan berat sekali, tapi bukankah Allah kasih kita laptop? Allah kasih kita kuota? Allah kasih banyak referensi? Allah kasih tubuh kita sehat? Allah kasih banyak hal lainnya. Satu hal, Allah adalah satu-satunya Zat yang enggak pernah ninggalin kita baik dalam keadaan senang atau sedih (makna surat Ad-Dhuha).  Ini baru dengan virus yang tak kasat mata, dimana jika imun tubuh kita baik maka virus itu akan lemah dengan sendirinya, dan sebaliknya barulah bisa terinfeksi. Nah…yang bisa menyetting imun tubuh kita prima tentu semuanya atas ijin Allah bukan? Belum lagi kalau anak biologi ngejelasin masalah penyusunan DNA kita, kalau aja urutan DNA nya ada yang kurang tepat, Allah udah ciptain enzim yang udah standby ngebenerin urutannya lagi. Jadi sebenarnya mudah aja bagi Allah untuk melemahkan kita, tinggal kasih arahan ke enzim dalam tubuh kita untuk malas bekerja. Selesai sudah  hidup kita. Astagfirullah, terlalu banyak nikmat yang diabaikan. Belum lagi kalau kita mencapai pencapaian yang besar, terus tanpa disengaja ada yang merendahkan kita, mendadak kita emosi bukan main seakan mau menunjukkan bahwa segala pencapaian yang diperoleh itu murni full hasil kerja keras kita sendiri hingga tanpa disadari berujung pada kesombongan hingga merusak keikhlasan dari amal yang udah susah payah kita lakukan.

Tulisan ini ditujukan khusus untuk penulis yang punya potensi melakukan hal-hal yang Allah tidak sukai. Kita yang #dirumahaja bisa memulai dengan intropeksi diri kita masing-masing dulu, baik intropeksi perihal pola hidup, intropeksi terkait hubungan kita kepada Allah SWT. Terkadang segala teknik yang canggih kalah dengan sujud yang tulus. Dengan melihat ke diri kita dulu, maka kita akan bijak melihat yang lain.

Meski #dirumahaja, semoga kita ketemu di dimensi do’a selalu. Kita ramaikan langit. Semoga para pihak yang berjuang juga Allah lindungi selalu. Aamiin. Yakin, Allah akan menolong, entah melalui tangan siapa, atau melalui teknik seperti apa. Yakin seyakin yakinnya, seperti halnya kita yakin kalau malam ini bisa minum air mineral, atau seyakin kita kalau besok masih bisa bangun pagi, atau seyakin kita bahwa besok pasti bisa sarapan.


Serunya Oreo 110th Birthday Celebration Bareng Keluarga di Rumah

  Hal yang paling dirindukan dari seorang anak perempuan yang sudah berumah tangga adalah momen saat bisa kumpul bareng sama orangtua ters...