Minggu, 25 November 2012

MENGINGAT MATI....!!!

1 hari 24 jam. Tidak pernah menjadi 26 jam, atau menjadi 18 jam. Tapi mengapa waktu terkadang terasa begitu cepat dan kadang pula terasa begitu lambat. Masalah duniawi merenggut hakikat kehidupan. Problematika hidup juga gelapkan semua jiwa. Berjuang tiap hari tuk masa yang masih samar terjangkau. Namun kepercayaan diri tanpa beralaskan iman membuat hal itu pasti akan dialami. Muak dengan kehidupan yang tiap hari makin mempersempit makna kebahagiaan. Hingga rasa cemas, risau, frustasi, depresi hadir di sanubari penghuni kehidupan. Rasa yang tak pernah diinginkan dan hanya syetan yang memproduksi rasa itu. Akal tak lagi berdiskusi dengan hati.Dunia menjadi hitam putih tanpa warna, tanpa kebahagiaan, tanpa ketenangan.

Hidup itu seperti minum obat. Tidak diminum tidak akan sembuh tapi jikalau diminum akan terasa pahit. Mau tidak mau harus diminum obat tersebut dan mau tidak mau hidup harus dijalani apapun keadaannya.Semua mata tertuju akan kebahagiaan dunia, berlomba-lomba antar manusia walau kematian semakin mengejar mereka. Kematian terus mengintai dari segala sisi yang siap kapan saja memutuskan nadi dalam sukma. Nafas terhenti, begitupun polemik kehidupan terpaksa dipisah dari raga. Tak ada daya tuk kembali. Semua tunduk dalam takdir.

Kaki ini masih terus berjalan. Tak peduli ocehan orang. Senyum tersebar tanpa pamrih. Semangat muda menggelora. Lelah tak terasa.” Hey, kenapa sih kamu jalan kaki, pelit banget gak mau ngeluarin ongkos 1000 rupiah untuk naik angkot?” pertanyaan yang tak asing untukku. Senyum menjadi jawaban andalan dikala itu. Seandainya mereka tau apa yang ada difikiranku.
“Kenapa sih kak, rela ngerjain PR ampe larut malem kaya gini? Kenapa gak nyontek ja ama teman dikelas? Kaka kan sakit...lagian nanti hasilnya pasti gak jauh beda ama temen kaka? Pertanyan yang pernah terlontar dari kepolosan mulut adikku tercinta.

“Kenapa sih tiap pulang sekolah, kamu mau aja disuruh belanja warung? Gak seru nih ..” pertanyaan frontal dari salah satu teman yang jujur membut hati ini tertawa. Hahahahaha
Dengan segala yang kualami,menyadarkan ku bahwa kematian adalah jarak paling dekat dengan diri ini. Mungkin terlalu dini untuk mengingat kematian. Namun kematian tidak melihat dininya umur manusia. Ia melepaskan nyawa siapapun yang telah tertulis dalam takdir. Bayangan kematian yang menjelma seperti mimpi buruk. Bayangan kesendirian, kegelapan dan rasa sakit sebagai balasan dosa.

Terlalu gamblang ku ceritakan. Aku adalah gadis yang takut akan kesendirian, kegelapan dan paling tidak kuat menhan rasa sakit. Bekal yang belum cukup untuk kehidupan kedua. Banyak amanah yang belum terjalankan untuk orang yang disayang. Mampukah semua itu tehenti secara paksa.

Mengingat mati mengajarkanku banyak hal. Berharganya tiap hembusan nafas, mahalnya tiap detik yang terlewati. Membuatku terus berusaha memberikan yang terbaik disetiap langkah. Bisa saja aku naik angkot. Tapi aku takut jika besok adalah jadwalku untuk pergi. Kaki ini terus berjalan walau sepatu semakin usang menahan panasnya jalanan. Keringat mengalir tak peduli. “ Mungkin ini adalah perjalanan terakhirku dibalaraja atau terakhir kalinya jalanan ini diinjakan oleh seorang gadis kuat sepertiku! Tak ku sia-siakan waktu ini”

Sambil membawa dagangan belanjaan. Teringat akan pertanyaan seorang teman. Bisa saja aku menolak secara halus perintah ibuku dengan alasan lelah. Tapi jika ini hari terakhirku. Maka betapa meruginya aku tak bisa menjalankan amanah dari orang yang ku sayang walau hanya untuk sekedar berbelanja warung. Pasti penyesalan menyelimuti diri di alam yang kedua. Selagi kedua tangan dan kedua kaki masih sanggup, maka ku berikan yang terbaik untuk mereka(ibu dan ayah) hingga detik terakhir yang kubisa.


Kalimat ini bukan kalimat kepesimisan dalam hidup. Kematian bukan hal yang asing, tapi lumrah. Mengingat mati membuatku bekerja sebaik mungkin dan menghargai tiap detik perjalan hidup untuk membahagiakan semua orang yang kusayang. Sehingga hari-hari bergulir penuh makna dan arti. Tak pernah kurasakan ini sebelumnya. Optimis tuk songsong hari esok dalam kepasrahan pada illahi robbi akan takdir yang telah tertulis. Benci maupun dendam tlah kukubur dalam-dalam. Aku sayang kalian semua. Aku benar-benar sayang kalian lebih dari yang kalian tahu.
Walau aku tak tau bagaimana rasanya mati. Setidaknya aku tau bagaimana arti kehidupan yang sebenarnya.
-Wanda Amelia Rahma-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan komentar terbaikmu:)

Serunya Oreo 110th Birthday Celebration Bareng Keluarga di Rumah

  Hal yang paling dirindukan dari seorang anak perempuan yang sudah berumah tangga adalah momen saat bisa kumpul bareng sama orangtua ters...