Nama : Wanda Amelia Rahma
No. Reg : 3315130916
Prodi : Pendidikan Kimia Bilingual
Tugas : Resume Materi Olympisme III
wijayalabs.wordpress.com
http://wijayalabs.com
Filosofi
dan Nilai-Nilai dalam Olympisme
Ada pepatah yang
mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang. Pepatah tersebut menjadi pelopor
utama untuk lebih mengenal olympisme yang merupakan sebuah pembelajaran yang
baru saya temui di bangku perkuliahan. “Om Jay”, itulah nama panggilan dosen
dari mata kuliah olympisme. Dia adalah dosen paling nge-blog, setiap hari
selalu ada artikel yang dipost di blognya. Subhanallah, hal itu semakin membuat
saya penasaran dengan olypisme itu sendiri. Saya yang mempunyai kesamaan hoby
dengan beliau yaitu dalam hal menulis blog akhirnya semakin memiliki semangat
lebih dalam hal menulis. Walaupun hari ini jadwal saya untuk pulang kampung ke
rumah tercinta ( maklum anak kos), tapi saya selalu menyempatkan waktu untuk
menulis di blog. Menulis sudah menjadi bagian hidupku.
Olympisme berasal dari
kata Olympic atau Olimpia. Itu adalah nama sebuah tempat di Athena yang
dipergunakan sebagai tempat penyelenggaraan aktivitas festival olahraga bangsa
Yunani kuno ( Olimpiade kuno). Sedangkan kata ism atau isme itu sendiri adalah
sebuah faham atau ajaran yang merupakan sistem atau tatanan social yang
diyakini memiliki nilai bila diterapkan dalam lingkungan masyarakat.
Perhelatan Olympiade
yang kita ketahui sekarang bermula dari olympisme. Olympisme merupakan pokok
pikiran gerakan Olimpiade. ( Hal tersebut tercantum dalam Olympic Charter).
Olympisme adalah dasar fundamental dan filosofi kehidupan yang mencerminkan dan
mengkombinasikan keseimbangan antara jasmani (badan yang sehat) dan rohani
(kemauan, moral, dan kecerdasan) serta mengharmonikan antara kehidupan
keolahragaan, kebudayaan, pendidikan sehingga dengan demikian dapat diciptakan
keselarasan kehidupan yang didasarkan pada kebahagiaan dan usaha yang mulia,
nilai-nilai pendidikan yang baik.
Olympisme itu sendiri
berdiri dengan tujuan( visi). Visi olympisme adalah menempatkan olahraga dimana
saya sebagai wahana pembentukan manusia secara utuh yang harmonis dalam usaha
membangun suatu masyarakat yang damai dengan saling menghormati. Untuk
kepentingan ini gerakan olahraga berusaha secara sendiri-sendiri ataupun
bekerjasama dengan organisasi yang terkait menciptakan kegiatan-kegiatan dalam
usaha membangun perdamaian yang abadi.
Paradigme olympisme
dalam pertandingan olimpiade:
1.
Prestasi olahraga bukan yang utama bagi
atlet dalam suatu kompetisi melainkan kegiatan olahraga untuk kemuliaan manusia
dengan mengkombinasikan antara kualitas fisik, kemauan. Dan fikiran.
2.
Karena olympisme ditetapkan sebagai
filosofi dan prinsip dasar.
Olimpiade diperkenalkan
pertama kali pada 19th century oleh:
1.
Pierre De Coubortin. Founder of IOC
2.
Jacques Rogge, president IOC. “ Our
World today is in need of peace, tolerance, and brotherhood. The value of
Olympic games can deliver these to us”
Setelah kita mengetahui
nilai-nilai olimpiade, maka kini waktunya kita untuk mengaplikasikan
nilai-nilai tersebut di kehidupan kita. Semangat olympisme itu sendiri harus
dikembangkan. Jika kita melihat orang-orang yang memiliki kekurangan dalam hal
fisik ( cacat fisik), mereka tidak berhenti pada takdir yang mereka alami.
Mereka justru lebih menunjukkan pada dunia bahwa mereka mampu menaklukan dunia
walau dalam keadaan yang serba kekurangan. Mereka memiliki semangat
berkali-kali lipat untuk meraih mimpinya, dan senyuman terus menemani hari-hari
mereka seakan-akan mereka hidup dengan sempurna. Tanpa mereka sadari, mereka
telah menerapkan nilai-nilai olympisme dalam jiwa mereka. Dengan melihat
seperti itu, maka sudah tak ada alasan lagi untuk kita bermalas-malasan, kita
seharusnya 10x lipat lebih semangat dari mereka dan seharusnya sudah banyak hal
dan prestasi yang kita raih di dunia ini.
Olympisme juga membuat
dunia bersatu ( Olympic’s make one world). Nilai persahabatan/ persaudaraan
yang ada di dalamnya menimbulakan rasa respect, empati, toleransi terhadap
sesame. Hal itulah yang merupakan cikal bakal dari kokohnya suatu persatuan
antar bangsa.
Farther Henri Didon,
seorang guru dari republika dominika mengusulkan motto untuk olympisme. Value
of the Olympic games motto is “ Citius, Altius,Fortius”. Citius yang berarti
lebih cepat, altius artinya lebih tinggi, dan forties artinya lebih kuat. Motto
tersebut ampuh menambah semangat kelas saya saat itu. Dengan diintruksikan oleh
Om Jay untuk meneriakan motto tersebutu dengan gerakan, maka semakin
menggelorakan semangat para mahasiswa.
Semangat yang telah
mengalir dalam jiwa dan raga tentu akan berdampak pada kualitas kerja kita.
Kita akan semakin berusaha untuk kerja keras, kerja ikhlas, dan kerja tuntas (
Living Excellence)
Nilai-nilai olympisme:
1.
Kerja keras untuk mencapai prestasi
terbaik.
2.
Berjuang hingga akhir ( pantang
menyerah)
3.
Fokus terhadap pencapaian prestasi.
4.
Terus belajar untuk mendapatkan proses
yang tepat untuk pencapaian prestasi terbaik.
5. Menjaga
keseimbangan antara kebugaran fisik,motivasi/keinginan, dan kekuatan mental.
Kita semua tentu ingin
menjadi yang berprestasi di bidangnya masing-masing. Namun ketahuilah bahwa
prestasi yang gemilang adalah prestasi kita saat bisa melawan rasa egoisme
dalam diri dan mampu melawan sisi negative dalam jiwa, mampu bertahan untuk
terus bekerja keras dengan jalan yang benar. Tidak banyak orang yang memilih
cara yang tidak benar untuk mewujudkan keinginannya sebagai manusia yang
berprestasi. Boleh jadi sudah banyak pebghargaan yang ia dapatkan dari
orang-orang, namun hati kecilnya pasti tidak akan pernah merasa tenang.
Prestasi itu bagus, tapi bukan berarti kita menghalalkan segala cara untuk itu.
Berprestasilah dengan terhormat.
Nilai-nilai olympisme
sangat menganjurkan kita untuk memiliki rasa saling menghargai antar sesame (
Living Respect). Rasa saling menghargai tersebut dapat kita lakukan pada hal :
1.
Perbedaan pendapat.
2.
Perbedaan keyakinan.
3.
Perbedaan keragaman budaya.
4.
Perbedaan suku/ ras dan bangsa.
5.
Hak-hak sebagai manusia.
6.
Pencapaian prestasi/ kesuksesan
seseorang.
Negara Indonesia bisa
dibuktikan sedang mengalami miskin teladan. Hal itu disebabkan kurangnya rasa respect
antar sesama. Rasa respect tersebut harus kita latih dari sedini mungkin,
bagaimana kita bisa merasakan saat orang lain mengalami kesusahan, bukan hanya
merasakan namun berempati, dan melakukan sesuatu untuk mengurangi kesusahan
orang tersebut. Jika sudah begitu berarti kita sudah memiliki nilai respect
yang tinggi terhadap sesama.
Persahabatan bisa
menjadi modal awal untuk melatih rasa respect kita. Kita memang boleh berteman
dengan banyak orang dan dengan siapa saja, namun coba pilihlah satu atau dua
teman yang dijadikan sebagai sahabat. Dengan sahabat kita bisa belajar untuk
berempati. Persahabatan melatih rasa persaudaraan dan rasa saling menghargai.
Dengan sahabat kita bisa saling menguatkan. Om Jay mencontohkan kepada seluruh
mahasiswa yang ada di kelas saat itu bagaimana cara mentransfer rasa semangat
dengan sahabat. Setiap berangkat kuliah, berpegangan tanganlah dengan sahabat,
tatap matanya, berikan senyuman yang paling manis untuknya dan untuk dunia. Dan
saling katakan, bahwa “Hai Sahabat, do’akan aku ya agar semua
mimpiku terwujud, do’akan agar aku selalu diberi kesehatan dan kekuatan,
do’akan aku untuk terus bersyukur, akupun akan mendo’akan mu. Aku yakin kita
bisa, kita berdua pasti bisa” Lalu tersenyumlah semanis mungkin ;)
Ada 7 konsep
pembentukan nilai-nilai dan moral dalam penyelenggaraan olimpiade:
1.
Kesempurnaan dalam kinerja.
2.
Berpartisipasi dengan kegembiraan dan
kesenangan
3.
Kejujuran dalam berkompetisi.
4.
Rasa hormat terhadap sesama tanpa
memandang perbedaan bangsa, budaya, suku maupun orang per orang.
5.
Pengembangan kualitas manusia.
6.
Kepemimpinan yang dilandasi oleh
kebersamaan berlatih, bekerja dan berkompetisi.
7.
Kedamaian antara bangsa.
Semangat para
mahasiswa, semangat para pejuang peradaban, semangat generasi penerus bangasa.
Selamat berpretasi, selamat berbuat lebih untuk sesama.
ini tulisan paling keren yg saya baca, semoga terus diupdate dan teruslah menulis agar dunia tahu siapa dirimu
BalasHapussalam
Omjay
http://edukasi.kompasiana.com/2013/09/14/akankah-kurikulum-baru-mengubah-pola-pikir-guru-591801.html